My Everything

My Everything

Sabtu, 10 Mei 2014

Ibunda

Ibunda,
Di Telapak Kakinya Kita Bisa Temukan Surga






Lutfia, bukan siapa-siapa. Tapi dia menjadi seseorang yang akan disebut namanya di surga kelak oleh Yusuf, anak tercintanya. Bagaimana tidak, selama dua hari Lutfia menggendong anaknya yang berusia belasan tahun mengelilingi kota Makassar untuk mencari bantuan, sumbangan dan belas kasihan dari warga kota, mengumpulkan keping kebaikan dan mengais kedermawanan orang-orang yang dijumpainya, sekadar mendapatkan sejumlah uang untuk biaya operasi anaknya yang menderita cacat fisik dan psikis sejak lahir. Tubuh Yusuf, anak tercintanya yang seberat lebih dari 40 kg tidak membuat lelah kaki Lutfia, juga tidak menghentikan langkahnya untuk terus menyusuri kota. Sementara Yusuf yang cacat, tidak akan pernah mengerti mengapa ibunya membawanya pergi berjalan kaki menempuh ribuan kilometer, menantang sengatan terik matahari, sekaligus ratusan kali menelan ludah untuk membasahi kerongkongannya yang kering sekering air matanya yang tak lagi sanggup menetes.
Penggalan kisah di atas ditulis oleh Bayu gautama di situs eramuslim.com. Kata-katanya sederhana tapi mengingatkan kita kepada makna luar biasa akan kehadiran seorang manusia yang bernama .. ibunda.
Kita terlahir sebagai bayi-bayi yang lemah dengan jutaan beban yang siap dilemparkan ke pundak ibunda. Kita pun dibesarkan dalam dekapan kasih sayangnya yang membuncah tanpa henti dengan deraan tingkah polah tidak mengenakkan dari kita, buah hatinya. Semua itu dilalui oleh ibunda dengan tabah dan penuh kesabaran.
Seorang ibu, bagaimanapun latar belakangnya, b agaimanapun sifatnya, tetaplah seorang ibu. Ibu adalah wanita yang dibekali Allah SWT kekuatan yang luar biasa untuk memikul beban dunia di pundaknya sekaligus kerapuhan yang begitu dinikmatinya.
Kekuatan untuk beban dunia? Ya, karena di tangan ibundalah hitam putihnya kualitas kita para anak bangsa dipertaruhkan. Generasi penerus yang rapuh tidak akan sanggup memberikan pencerahan bagi kehidupan umat. Hanya generasi yang cerdas sekaligus bertakwa yang akan mampu membangkitkan umat dari tidurnya yang lama dan ibundalah penentunya.
Nikmatnya kerapuhan? Ibunda tetaplah manusia. Dia bisa merasakan kebahagiaan juga kesedihan, kesukacitaan dan penderitaan. Ibunda tetaplah wanita. Sekuat apa pun dia, ibunda bukanlah karang yang tak bisa mendengar, melihat, dan merasa. Namun, dia bisa menikmati itu semua diiringi lantunan zikir dan untaian doa dengan sesekali mengurai air mata sebagai pelipur lara.






Oleh karena itulah, untaian kata “Surga di bawah telapak kaki ibu” sudah sepatutnya diberikan kepada ibunda. Surga adalah tujuan akhir yang diidamkan seluruh manusia. Di sanalah puncak segala kenikmatan dapat dirasakan oleh orang-orang yang beriman, dan ibu dapat menjadi lumbung amal saleh dan tiket ke surga bagi anak-anaknya jika mampu menjadi penopang bagi kerapuhannya dan pelipur bagi dukanya.

Kisah para ibu kita memang tak sehebat Khadijah r.a. atau Aisyah r.a dalam sejarah dunia. Dia pun bukan Kartini yang mampu menghadirkan inspirasi bagi perjuangan wanita senusantara. Namun, ibunda memiliki kisah hebat bagi anak-anaknya tentang hidup dan perjuangannya. Dia pun mampu menjadi inspirator bagi buah hatinya dalam menjalani kehidupan dengan segala godaan yang menerpa. Dia tetap akan menjadi sosok yang istimewa karena hanya di telapak kakinya kita bisa temukan surga. Sekian.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar