My Everything

My Everything

Minggu, 04 Mei 2014

Pikiran Negatif

Macam-macam Pikiran Negatif 

Pikiran negatif adalah pikiran yang bisa mengganggu, selalu mengeluarkan ide-ide jelek, menyusahkan, sulit diatur, dan kita merasa tidak bebas. Pikiran tersebut umumnya berasal dari suara hati yang menimbulkan rasa curiga, menuduh, menghujat, menghakimi, dan memvonis.
Pemikiran ini sering kali dihubungkan dengan obsessive-compulsive disorder ( OCD ), yaitu gangguan pemikiran irrasional dan penuh kecurigaan atau rasa sedih. Pemikiran ini bisa melemahkan rasa khawatir yang mengacaukan dan bersifat tetap.
Ada banyak faktor yang menyebabkan kita selalu berpikiran negatif, diantaranya adalah kenangan masa lalu, tidak memiliki tujuan yang jelas, rutinitas yang penuh nilai negatif, pengaruh internal dan eksternal, konsentrasi yang negatif, mental yang lemah, persahabatan yang buruk, dan kurangnya informasi.
Ada 10 macam pikiran negatif yang mampu merusak  diri kita dan harus kita usir dari dalam pikiran, yaitu sebagai berikut:
  •  Berpikir hitam putih. Sangat mudah jika kita ingin berpikir hitam putih. Namun, hal ini sangat berbahaya karena bisa membuat kita sombong atau putus asa. Berpikir hitam putih adalah menempatkan batasan pemikiran berapa ukuran-ukuran yang sempit. Cara berpikir ini tidak mengandung toleransi, tenggang rasa, dan memudahkan. Contoh dari berpikir hitam putih adalah kita lebih memilih untuk tidak melakukan sesuatu daripada keliru, ketika dibohongi sekali oleh seseorang maka tidak percaya selamanya kepada orang lain, dan tidak akan menikah jika tidak menikah dengan pujaan hati.
  • Menggeneralisasi secara berlebihan. Cara berpikir seperti ini adalah melihat hal kecil atau bagian-bagian dan menganggapnya sebagai keseluruhan. kata yang sering diucapkan adalah kata “selalu” dan “tidak pernah”. Cara berpikir seperti ini membuat kita mudah menyalahkan, menganggap remeh, dan juga menyempurnakan secara berlebihan. Contohnya, seorang istri terbiasa menyiapkan kopi di pagi hari. Pada suatu pagi, dia tidak menyiapkannya maka si suami mengatakan bahwa istrinya selalu terlambat menyiapkan kopi atau tidak pernah tepat waktu menyiapkan kopi. Biasanya, ini merupakan sumber dari pemikiran negatif.
  • Negatif mengalahkan positif. Sebagian dari kita sering terlalu memikirkan hal-hal negatif dan melupakan pikiran positif. Contohnya, ketika kita menjadi juara melukis dan teman-teman lain memberikan komentar yang baik, kita merasa senang dan bangga. Namun, ketika kita kalah dan berbagai kritikan menghujam, maka kita akan murung, kita memikirkannya sampai berhari-hari, dan merasa bahwa kita tidak sempurna.
  • Memberikan diskon untuk hal positif. Sering seseorang menolak dan tidak menanggapi pengalaman-pengalaman positif. Orang yang seperti ini biasanya tidak mudah memuji dan sering menganggap remeh orang lain. Apabila dia melihat seseorang melakukan pekerjaan dan pekerjaannya baik, maka dia menganggapnya biasa saja. Memenggal makna positif dari suatu perbuatan baik akan membuat diri menjadi orang yang tidak bahagia. Orang yang seperti ini biasanya selalu merasa tidak cukup dan bersyukur.
  • Terlalu cepat menyimpulkan. Kita menginterpretasikan hal-hal negatif ketika tidak ada fakta-fakta yang mendukung kesimpulan kita. Pikiran kita sedang kacau, lalu menuduh tanpa penyelidikan yang lebih dalam, dan menyimpulkan bahwa seseorang sedang melakukan hal buruk kepada kita. Sering kali kita memikirkan suatu hal yang berakibat buruk. Misalnya, ketika kita akan menghadapi wawancara kerja, kita sudah berpikir terlebih dahulu tidak akan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Hal yang seperti ini yang berakibat buruk bagi kita tentunya.
  • Berpikir yang berlebihan. Sering kita memperbesar masalah yang kecil, terlalu mempermasalahkan kelemahan kita, dan mempersempit pentingnya kualitas diri yang kita inginkan. Keadaan yang tidak seimbang di dalam pikiran akan berakibat tersingkirnya nilai positif sisi-sisi yang lain yang seharusnya mendapatkan perhatian yang sama. Misalnya, jika kita naik pohon maka kita akan jatuh. Kalau menjawab, takut salah. Phobia termasuk salah satu dari bagian masalah ini.
  • Penalaran secara emosional. Kita sering berasumsi bahwa pikiran kita yang negatif selalu mencerminkan sesuatu yang benar-benar akan terjadi. Seperti halnya ketika naik kereta api dan merasa bahwa saat itu hati kita sedang tidak enak, maka hati akan berkata,”Aku merasa takut berada di dalam kereta ini.” Biasanya, hal ini diartikan sebagai tanda bahwa akan adanya bahaya jika naik kereta. Penalaran emosional ini belum tentu benar dengan kenyataannya. Ketika muncul perasaan takut berada di dalam kereta api, bukan berarti bahwa kereta yang kita naiki akan mengalami kecelakaan. Bisa saja karena kita mengidap phobia atau yang lainnya.
  •  Memaksakan suatu kondisi. Pemakaian kata “seharusnya” dan “perlu” dan mengaharap sesuatu terjadi seperti apa yang kita harapkan bisa memunculkan rasa putus asa dan frustasi. Misalnya, ketika anak sedang berlatih dan kita melihatnya membuat kekeliruan, kita pasti akan mengatakan, “seharusnya kamu tidak melakukan banyak kesalahan mengingat waktu latihan yang kamu gunakan lebih dari satu bulan.” Anak kita akan frustasi ketika kita mengatakan hal seperti itu.
  • Label-label negatif yang melekat. Sering kita memberikan label-label negatif berupa gelar buruk atas apa yang sudah orang lain lakukan. Hal ini merupakan sebuah pemikiran negatif yang paling ekstrem. Ketika seorang pelayan menumpahkan minuman kepada orang lain, lalu beberapa dari mengatakan, “Dasar bodoh!” maka pelayan tersebut akan selalu mengingatnya dan dia sudah memiliki label tersebut selamanya. Dia akan lebih gampang mengeluarkan hal-hal buruk dari pada hal-hal baik karena dia sudah merasa tidak diperhatikan lagi oleh orang lain. Pemberian label buruk tersebut hanya akan membuat orang menjadi frustasi, tidak bisa memperbaiki keadaan, dan akan semakin terpuruk dalam keburukannya.
  • Terlalu menyalahkan diri sendiri atau orang lain. Biasanya, hal yang seperti ini merupakan hasil dari pikiran negatif. Menyalahkan orang lain atau diri sendiri sering kita lakukan mengingat apa yang telah kita perbuat. Biasanya, ketika seorang anak mendapatkan nilai jelek pada salah satu mata pelajarannya, maka si ibu akan menyalahkan anaknya karena tidak rajin belajar atau menyalahkan diri sendiri karena tidak mampu mengajari anaknya. Pikiran yang seperti ini justru akan memperburuk keadaan dan bukan sebaliknya. Perlu diingat bahwa ketika kita lama menanam pikiran-pikiran negatif maka kita akan sulit untuk diganti dengan pikiran positif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar